Aceh, 15 Februari 2025 — Tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh berhasil menangkap seorang buronan (DPO) terpidana dalam kasus perdagangan imigran Rohingya. Tersangka yang dikenal dengan inisial M.S., yang sebelumnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena keterlibatannya dalam jaringan perdagangan manusia, ditangkap pada Rabu (14/2/2025) di Aceh Utara setelah buron selama lebih dari dua tahun.
Penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara Kejati Aceh, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, dan Kejaksaan Agung. M.S. sebelumnya telah dijatuhi hukuman penjara dalam perkara perdagangan manusia yang melibatkan ribuan imigran Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Namun, ia berhasil melarikan diri sebelum menjalani hukuman.
Kasus Perdagangan Imigran Rohingya
Perdagangan manusia, khususnya imigran Rohingya, menjadi salah satu isu kemanusiaan yang sangat memprihatinkan di kawasan Asia Tenggara. Dalam kasus ini, M.S. bersama dengan sindikatnya terlibat dalam perdagangan ilegal yang mengarah pada eksploitasi para imigran Rohingya, yang terpaksa melarikan diri dari kekerasan dan penindasan di Myanmar.
Modus operandi yang digunakan oleh sindikat ini adalah menawarkan perjalanan ilegal menuju negara-negara Asia Tenggara dengan janji pekerjaan yang layak. Namun, setelah tiba di negara tujuan, para korban sering kali dipaksa bekerja di kondisi yang sangat buruk, bahkan ada yang dijual ke pihak lain dengan harga yang sangat murah.
Penangkapan di Aceh Utara
Penangkapan M.S. terjadi setelah tim Kejati Aceh berhasil mengidentifikasi persembunyian tersangka di sebuah daerah terpencil di Aceh Utara. Menurut keterangan dari Kepala Kejati Aceh, tim telah melakukan pemantauan intensif berdasarkan informasi yang dihimpun selama beberapa bulan terakhir.
“M.S. merupakan salah satu otak utama dalam jaringan perdagangan imigran Rohingya yang sudah lama beroperasi di wilayah ini. Kami tidak akan berhenti mengejar para pelaku perdagangan manusia hingga ke liang kubur sekalipun. Hukum harus ditegakkan,” kata Kepala Kejati Aceh, yang meminta agar identitas tim yang terlibat tetap dirahasiakan demi keamanan operasional.
Tindak Lanjut Hukum
M.S. kini telah diamankan di Rumah Tahanan Kejati Aceh untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Jaksa penuntut umum sedang mempersiapkan berkas dakwaan untuk proses hukum berikutnya, dengan ancaman hukuman maksimal sesuai dengan pasal-pasal dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
M.S. terancam dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati mengingat beratnya tindak pidana yang dilakukannya. Kejati Aceh menegaskan akan terus berkomitmen untuk menuntaskan jaringan perdagangan manusia di wilayah mereka.
“Penangkapan ini merupakan sebuah pencapaian penting dalam perang melawan perdagangan manusia di Aceh. Kami berharap ini bisa menjadi peringatan bagi siapa pun yang terlibat dalam kegiatan ilegal semacam ini, bahwa hukum akan mengejar mereka tanpa pandang bulu,” ujar Kepala Kejati Aceh.
Kerja Sama Internasional
Pentingnya kerja sama internasional dalam menanggulangi kasus perdagangan manusia ini juga menjadi sorotan dalam pernyataan Kejati Aceh. Mengingat banyaknya korban yang berasal dari negara-negara seperti Myanmar, Bangladesh, dan negara-negara sekitar, Kejati Aceh berencana untuk bekerja lebih intensif dengan lembaga internasional dan organisasi non-pemerintah untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi para korban.
Tanggapan Masyarakat dan Lembaga Sosial
Keberhasilan penangkapan ini disambut positif oleh masyarakat dan lembaga-lembaga sosial yang selama ini berjuang untuk melindungi hak asasi manusia. Mereka menilai penangkapan M.S. merupakan langkah konkret dalam menghentikan praktik perdagangan manusia yang merugikan banyak nyawa.
Sejumlah lembaga sosial seperti Human Rights Watch (HRW) dan International Organization for Migration (IOM) juga mengapresiasi langkah Kejati Aceh dalam menangani kasus ini dan menyatakan siap memberikan dukungan untuk membantu korban yang masih berada dalam keadaan terjebak.
Harapan Kejati Aceh
Keberhasilan penangkapan M.S. diharapkan menjadi sinyal bagi sindikat-sindikat perdagangan manusia lainnya untuk menghentikan aktivitas mereka. Kejati Aceh juga berjanji akan meningkatkan upaya pencegahan melalui sosialisasi kepada masyarakat, baik melalui kampanye tentang bahaya perdagangan manusia maupun dengan mendorong pelaporan aktivitas yang mencurigakan.
Pihak Kejati Aceh menyarankan kepada masyarakat untuk tidak ragu melaporkan kepada pihak berwenang apabila menemukan indikasi adanya perdagangan manusia di sekitar mereka, demi menghindari jatuhnya korban lebih lanjut.
Penutupan
Penangkapan DPO terpidana M.S. menandai babak baru dalam pemberantasan perdagangan manusia di Aceh, khususnya dalam kasus imigran Rohingya. Kejati Aceh berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa kejahatan transnasional semacam ini harus dilawan dengan serius, dan setiap individu yang terlibat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.